Triple Touring Surabaya – Madura

Yup, setelah 2 minggu turun dari plesir kawah ijen banyuwangi rasanya sindrom pengen dolan kambuh lagi. Sempat kepikiran ke mana enaknya ? karena kantong juga lagi tipis. rembug-rembug akhirnya ngajak teman-teman naik motor aja ke hutan mangrof wonorejo  masih didaerah surabaya timur.

Jalan menuju ke sana tidak terlalu bagus, jalan yang tadinya aspal mulus semakin ke timur jalan berlubang. setelah memasuki jalan tanah dan kiri kanan tanaman bakau akhirnya sampai di parkiran.

ada dua pilihan, naik perahu atau ke timur jalan kaki. kami memilih jalan kaki menyusuri hutan bakau. Suasana asri, sejuk dan rindang.

photo-photo di mangrove wonorejo

photo-photo di mangrove wonorejo

jalan-jalan di mangrove

jalan-jalan di mangrove

Setelah puas jalan-jalan kita niat cari makan siang di bebek Sinjay Madura, segera kami bergegas menuju jembatan suramadu. Suramadu siang itu terlihat begitu gagah diterpa sinar matahari, seolah angkuh berdiri diantara dua pulau Jawa dan pulau Madura.

dengan membayar tarif TOL Rp.3000,- / motor  Kami melewati Suramadu yang kadang ditutup karena angin kencang ini dengan tenang karena angin sedang bersahabat. Cuaca dari Surabaya panas tapi tiba di Madura mendung gelap.

masuk Madura disambut awan gelap

masuk Madura disambut awan gelap

 

Setelah menempuh jarak kira -kira 15 km dari turun jembatan Suramadu dan berjuang menerjang badai …… eh enggak ding cuma hujan deras aja ketemu juga tempat bebek di goreng untuk makan siang itu.

makan siang sambil rapat  komisaris

makan siang sambil rapat komisaris

antri bayar

antri bayar

tiba di warung

tiba di warung

 

Uniknya makan di sini mengikuti kebiasaan bebek yaitu antri. Kami harus antri dua kali. Antri pertama untuk pesan dan bayar, antri kedua untuk ambil minum dan menyerahkan nota yang sudah dibayar, selanjutnya makanan diantar oleh petugas. Makanannya lumayan enak, 5 porsi ada tambahan jerohan bebek. Pas kami di sana banyak sekali POLISI, ternyata ada mantan Ka.POLRI yang juga makan di situ, pakai batik merah dia. Siapakah dia? ayo tebak!!!!

Setelah kenyang kita berangkat lagi pulang Surabaya, ada dua pilihan balik lagi lewat Suramadu dengan jarak 15 km atau naik ferry penyebrangan dengan jarak dari warung bebek ke dermaga sekitar 20 km. Akhirnya kami memilih naik ferry aja biar jalan-jalannya tambah jauh.

perjalanan menuju dermaga

perjalanan menuju dermaga

perjalanan menuju dermaga disuguhi dengan kawasan asri dan basah karena habis hujan.

 

setelah sekitar 20 km dan sempat berhenti untuk sholat dhuhur akhirnya tiba di dermaga. Kali ini tarif ferrynya Rp. 5.800,- / motor (single rider) dan Rp. 10.000,-/ motor (berboncengan).  Wah mahal naik kapal…..

Langsung bayar dan geber menuju kapal ferry yang jalur penyebrangannya terletak di barat jembatan Suramadu.

kapal ferry

kapal ferry

jembatan suramadu kelihatan kecil

jembatan suramadu kelihatan kecil

di pintu ferry

di pintu ferry

nyebrang

nyebrang

lihat jembatan suramadu

lihat jembatan suramadu

Sampai surabaya sudah mau waktu Ashar, makanya kita segera cari masjid hingga diputuskan ke masjid Sunan Ampel sekalian ziarah mengingat mati agar lebih menghargai hidup.

masjid Sunan Ampel

masjid Sunan Ampel

kawasan makan sunan Ampel

kawasan makan sunan Ampel

Setelah sholat ashar kami meluncur ke pasar Blauran cari dawet dan nongkrong  menikmati jajanan pasar. Sungguh nikmat

nikmati bersama jajanan pasar

nikmati bersama jajanan pasar

ngecemut

ngecemut

Setelah puas dan kenyang dan capek kami pulang masing – masing dan tidur

 

 

Sebuah Perjalanan Menuju Kedinginan

mobil bermasalah, merem satu

mobil yang lama, mata kanannya merem

Itulah kalimat yang kukira pantas untuk menggambarkan tulisan ini. Iya, perjalanan dengan tujuan utama kawah Ijen yang terletak di perbatasan Banyuwangi-Bondowoso sangatlah berliku. Dimulai pesan mobil sewaan Izusu elf, seharga 2jt rupiah untuk 2 hari sudah termasuk sopir dan BBM. Ternyata mobil yang datang beda dengan yang kami pesan. mobilnya mirip angkot yang melayani surabaya-sidoarjo cuma dipasang AC ala kadarnya dan rasanya tetap aja panas di dalam kabin ketika kami berangkat jam 5 sore dari Sidoarjo tempat kami bekerja. Akhirnya kekhawatiran itu ada jawabannya, sampai di Nguling masuk kabupaten Pasuruan  masalah datang, tidak tau karena mobil tersebut ngantuk, mata sebelah kanannya terpejam ngga mau nyala. Kalau soal AC yang ngga dingin kami masih bisa terima kami bisa lepas baju, tapi ini lampu depan sebelah kanan pula terpaksa dengan  sadis aku telpon rental mobilnya maksa ganti pokoknya entah gmana caranya, suruh nyusul ke Pasuruan entah pake helikopter, dikirim lewat POS atau via sms.

Akhirnya yang punya rental baru sadar yang dihadapi konsumen yang sadis dan crewet makanya dia ngalah dan bersedia ganti mobil 🙂 Dan perjalanan dilanjutkan kembali pukul 11 malam melalui kumitir.

Jam 4 pagi kami singgah sebentar di rumah teman dan selanjutnya mau mandi di pantai pulau merah, kenapa dinamai pulau merah? aku juga tidak tau. Bila ada yang tau silahkan comment beritau aku biar tulisan ini lebih lengkap! 🙂

Berangkat menuju pulau merah diwarnai insiden mobil lagi, kali ini mogok. Yah olah raga pagi kami kali ini adalha dorong mobil.

dorong mobil

dorong mobil

Sebelum naik gunung mandi air laut terasa segar. Menurut laporan International Journal of Dermatology, mandi garam laut menghambat gejala yang terkait dengan penyakit inflamasi.

Garam laut bersifat hidrat dan melembutkan kulit untuk meningkatkan fungsi penghalang pelindung kulit. Mandi garam laut dapat membantu meringankan nyeri otot dan nyeri serta berguna dalam memerangi stres dan menenangkan saraf. Hal itu berhubungan dengan persiapan mau naik gunung, entalah soalnya datang ke pantai hanya pengen aja 😀

mandi di laut sebelum naik malamnya

mandi di laut sebelum naik malamnya

Mandi di pantai selain bermanfaat ternyata membuat capek. dan ternyata capek itu masih kurang karena musibah mobil masih akrab dengan kami, kali ini gantian roda yang sobek

roda yang sobek

roda yang sobek

ganti roda belang

ganti roda belakang

Sebuah analisis dilakukan dan terori ditemukan atas sobeknya roda belakang sebelah kanan ini, bahwa sobeknya roda belakang ini dikarenakan beratnya muatan karena penumpangnya banyak makan hahahaha… 😀

acara utama

acara utama

Setelah ganti roda menggunakan Dunlop Tubles perjalanan berlanjut menuju rumah teman, makan dilanjut nonton X-factor. Tapi berhubung kecapekan acara berubah menjadi tidur bareng di depan TV. Jam 10 malam kami dibangunkan siap-siap berangkat ke kawasan Ijen. Dengan nyawa belum terlalu lengkap kami pamitan dengan yang punya rumah menuju mobil, selanjutnya acara tidur dilanjutkan di dalam mobil. Kelancaran tidur kami serahkan pada nyamannnya cara mengendarai sopir kami yang ternyata tak nyaman.

Jam 2 malam kami tiba di Paltuding, parkiran kendaraan. Suasana masih gelap ada 6 mobil beberapa sepeda motor. Kami bagai densus 88 yang mengendap-endap merasakan dinginnya susana alam sambil ucek-ucek mata bangun tidur. Karena terasa tidak terlalu dingin anggota team kami banyak yang tidak melengkapi diri dengan penghangat tubuh, malah ada yang pake kaos, celana pendek dan topi saja karena dipikir-pikir di atas nanti mungkin lebih panas.

di parkiran mengumpulkan nyawa dulu

di parkiran mengumpulkan nyawa dulu

begitulah kira-kira

begitulah kira-kira

Karena memburu blue fire jam itu juga kami berangkat, suasana gelap berjalan beriringan 9 orang naik gunung mirip team pemburu hantu. sering berhenti untuk mengambil napas maklum tampang BMW napas andong.

istirahat, berharap ada tukang bakso lewat.... baru sadar kita adfa dilereng gunung bro, mana ada tukang bakso?!

istirahat, berharap ada tukang bakso lewat…. baru sadar kita adfa dilereng gunung bro, mana ada tukang bakso?!

Akibatnya, walaupun di itung-itung kami berangkat naik duluan tapi disalip rombongan-rombongan yang berangkat belakangan. Setelah 2 jam mendaki sambil tersengal-sengal karena kami sebenarnya bukan biasa pendaki akhirnya sampai juga di atas. Kami segera tengak-tengok yang namanya blue fire itu mana to? karena ngga tau ikuti orang banyak ajalah. Ternyata benar orang-orang itu menuntun kami ke penampakan blue fire dan ternyata letaknya jaauuuuuuhhhhh banget di bawah di dekat kawah, kamera saku kami ngga bisa menangkapnya, maklum wisatawan modal cekak, camera cukup murahan aja. Karena ngga bisa photo-photo dengan background blue fire ya kami duduk aja liatin dari atas.

nonton bareng blue fire, seperti pengungsi perang

nonton bareng blue fire, seperti pengungsi perang

Tak beberapa lama nongkrong tiba-tiba terasa hawa dingin menusuk tulang, ternyata kabar bahwa di atas lebih hangat adalah cuma isu. Saya yang cuma pake celana pendek kaos dan sandal gunung menggigil, segera cari mantel yang biasa untuk dipakai naik motor saat hujan. Itu pun belum cukup membantu, kucari batu besar sembunyi bareng teman lain.

seperti tape dibungkus plastik

seperti tape dibungkus plastik

Tapi mendekati pagi semakin hangat, kami keluar ahaaaa……. ketemu bule. dan ternyata wisatawan lebih banyak yang import dari dapa lokal

liat kawah saat terang

liat kawah saat terang

berjemur biar anget

berjemur biar anget

salah satu crew kami ngajak photo bule, cakep mana coba?

salah satu crew kami ngajak photo bule, cakep mana coba?

bule lokal vs bule import

bule lokal vs bule import

milih suvenir belerang padat

milih suvenir belerang padat

Jam 7 pagi matahari mulai bersinar membuat uap belerang semakin banyak membuat mata pedes dan napas ngga enak. Kami bergegas turun, pemandangan yang waktu naik tidak terlihat pas turunnnya kini terlihat indah.

suasana turun

suasana turun

turunnya lebih cepat 1,5 jam. ada insiden kepleset juga karena jalan berpasir, sasampainya di pintu gerbang kami lihat tulisan ini

??????????hahahahahaha…. 🙂